Pengikut

Selasa, 31 Oktober 2017

Sekumpulan Kisah Basi: The Forgotten Shihtiping, the incredible tourism site in east coast of Taiwan

Beberapa bulan ini banyak perjalanan yang saya lakukan, baik perjalanan sekitar Taiwan, Malaysia, Hong Kong sampai Makau. Tapi belum sempat nulis, karena tugas akademik yang harus diprioritaskan. Maka dari itu, saya akan buat 'Sekumpulan Kisa Basi' 😆😆.

Sekumpulan kisah basi akan saya awali dengan perjalanan singkat ke tempat yang nyaris terlupakan, haha. Karena setiap berbicara tentang Hualien, orang- orang akan merujuk ke Taroko National Park, Qixhingtan Beach, dan beberapa tempat wisata lainnya di Hualien. Padahal ada Shihtiping yang layak dijadikan rujukan tempat wisata kalau berkunjung di Hualien.

Dari Stasiun Hualien  perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan bus. Kalau tidak salah ingat ada dua bus yang melewati area ini. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 2 jam dengan biaya 213 NT (sekitar Rp 95.000). Sepanjang perjalanan mata kita akan dimanjakan dengan pemandangan yang asri, setelah melewati kelokan perbukitan, di sisi kiri jalan akan mulai terlihat hamparan Lautan Pasifik. Selain itu kita juga akan melewati beberapa tempat wisata yang lebih tenar dari Shihtiping, seperti Farglory Ocean Park, Qiqi beach, dan tempat wisata lainnya yang saya lupa namanya.

Selama perjalanan saya sempat takut kalau Pak Sopir lupa menurunkan saya di Shihtiping, jadi setiap melihat pantai yang ramai pengunjung saya akan heboh sendiri, heheh.

Pemberhentian bus terletak di seberang jalan masuk Shihtiping.



Luar biasa memang Taiwan ini, nggak ada fee entrance nya alias gratis!. OMG!!. Dengan fasilitas yang lengkap, semuanya GRATIS!.

Area parkir yang luas
Toilet umum
Tempat ini sangat recommended sebagai lokasi liburan keluarga. Beberapa titik Shihtiping bisa dijadikan lokasi bermain anak- anak. Dengan lapangan parkir yang cukup luas, bisa menampung banyak kendaraan pengunjung. Selain itu, pengunjung juga bisa mengendarai mobilnya sampai ke dalam. Toilet umumnya juga sangat lebih dari memadai untuk ukuran gratis. Secara di Indonesia masuk tempat wisata bayar cukup mahal, dan fasilitasnya banyak yang mengecewakan, terutama toilet umum!.


Perpaduan hijau perbukitan dan birunya Lautan Pasifik ditambah deburan ombak, sempurna menghapus kepenatan.



Di sekitaran area ini banyak warga lokal yang memancing, entah sekedar hobby atau memang mata pencaharian mereka. Tidak jauh dari area wisata Shihtiping, terdapat dermaga perikanan dengan nama yang sama.

Pedestrian trail
Sangat nyaman menyusuri jalan di Shihtiping karena adanya pedestrian trail yang dibangun di sisi kiri jalan. Selain itu juga tersedia 2 hotel cukup besar, jadi jangan khawatir kalau kemalaman di Shihtiping.



Berjalan sekitar 200 m mulai terlihat hamparan batu besar berwarna putih yang padat pengunjung. Saya semakin semangat untuk menuju ke sana. Ada beberapa jalan untuk mengakses batu putih besar tersebut.




Dan......
OMG!!!











 Ini adalah bagian terfavorit saya di Shihtiping, menakjubkan bukan?

Kebetulan ada yang lagi pemotretan pre wedding. Walaupun kostumnya sederhana, tapi terkesan wah karena perpaduan dress hitam polos dengan batu putih raksasa yang membentang.

Shihtiping sangat luas, karena saya takut ketinggalan bus terakhir, jadi saya cuma sampai di titik ini. Katanya di tempat ini juga terdapat camping ground yang dilengkapi shelter. Jadi tenda bisa lebih aman dari tiupan angin laut.

Selain itu di sepanjang Shihtiping terdapat toilet dan shelter untuk beristirahat, sangat nyaman pokoknya. Saya juga bisa melaksanakan sholat dengan nyaman.

Rabu, 12 Juli 2017

Drama Berlebaran di Ibukota (Idul Fitri 1438 H)

Siapa sangka kalau dalam hidup saya akan merayakan Idul Fitri benar- benar jauh dari keluarga. Memang setiap tahunnya saya tidak berlebaran bersama orang tua saya, tapi setidaknya ada keluarga besar saya, di mana di keluarga kami Om-Tante rasa orang tua. Ya, mereka menganggap keponakan- keponakan seperti anak sendiri, begitupun kedua orang tua saya kepada sepupu- sepupu saya.

Saat ini saya sedang melanjutkan kuliah jenjang magister di negeri formosa, tempat lahirnya bintang F4 yang dulu sangat populer di Indonesia di era 2000-an. Sebenarnya Idul Fitri 1438H kampus- kampus di Taiwan sudah libur dari aktivitas akademik, sama halnya dengan kampus saya, National Dong Hwa University. Eh tapi, advisor saya tidak memberi izin mudik 😑😑. Alasannya supaya saya lebih gampang dipantau, dan saat libur summer beliau mau saya mulai mengolah data untuk tesis saya. OK, masuk akal!. Alhasil ini menjadi pengalaman pertama saya benar- benar sebatang kara saat lebaran. Untung Mbak Mommy Iren yang baik hati juga tidak mudik saat lebaran, jadi rasa sedih sedikit terobati.

Di Taiwan saya tinggal di Hualien County, kalau d Indonesia setingkat provinsi lah, tapi jangan bayangkan provinsi di negara kita yang luas- luas, Taiwan sangat seiprit kalau dibandingkan dengan tanah air. Di Hualien belum ada mesjid, jadi saya berencana ke Taipei untuk sholat ied di Taipei Grand Mosque bersama Mommy yang memang tinggal di sana.

Dari tempat tinggal saya ke ibukota negara bisa ditempuh sekitar 2 jam 30 menit menggunakan kereta cepat. Tapi waktu itu, rencana berlebaran di Taipei penuh drama. Tiket kereta sebenarnya sudah saya beli H-7 lebaran (karena tiket selalu cepat sold out). Ternyata tiba- tiba advisor saya memindahkan jadwal bimbingan rutin ke hari jumat, hari di mana saya berangkat ke Taipei pada pukul 07.10, dan jadwal bimbingan pukul 14.00. OMG!!!. Bingung dong!. Tapi saya tidak putus asa, saya ke stasiun untuk me-reschedule jadwal keberangkatan saya untuk Sabtu pagi saja, toh Idul Fitri jatuh pada hari minggu.

Ternyata saya sedang tidak beruntung, semua tiket ke Taipei sold out sampai hari minggu. Wah, bagaimana ini, apalagi tiket balik Taipei - Hualien juga sudah terbeli. Alhamdulillah berkat saran seorang Kakek yang melihat saya galau di depan loket pembelian tiket, akhirnya terpecahkan juga masalah ini. Beliau memberikan saran kalau saya bisa naik kereta sampai stasiun Luodong dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Taipei menggunakan bus. Whatever lah, saya sudah tidak peduli, yang jelas saya bisa sampai di Taipei!.

Drama berebaran di ibukota tidak berhenti sampai di sini. Yang namanya drama pasti berlarut- larut bukan?, seperti drama korea 😅😅.

Bimbingan yang biasanya cuma 1 jam, hari ini Prof betah banget bahas proposal saya, duh. Mana kereta ke Luodong dari Hualien, saya tinggal di Shoufeng Township, ke Hualien naik bus sekitar 40 menit dan kalau naik kereta cuma 20 menitan. Masalahnya, saya tidak tahu jadwal bus dan kereta ke Hualien. Ngeri juga membayangkan kalau harus ketinggalan kereta ke Luodong, artinya......batal ke Taipei.

Saya sudah tidak menyimak lagi pembahasan dari advisor saya, mata saya sudah terkonsentrasi kepada detak jam tangan yang saya pakai. Akhirnya Prof menutup meeting dan tanpa ba bi bu saya langsung merapikan meja meeting, merapikan meja kerja kerja saya di lab dan berhambur secepat kilat.

Kalau mau naik bus ke Hualien dari kampus saya, cukup menunggu di perpustakaan. Saya memacu sepeda secepat mungkin menuju perpustakaan. Di sana nampak sepi, maklum karena libur summer. Setelah memarkir sepeda, saya melihat jadwal bus yang tertempel. Ada 3 provider bus yang melayani tujuan ke Stasiun Hualien. Karena jadwal yang ditulis dalam aksara Cina, saya benar- benar tidak mengerti dari dan tujuan serta jadwal berangkat dan tiba. Saya cuma punya waktu 1 jam sebelum keberangkatan kereta dari Hualien -  Luodong, sedangkan posisi saya masih di kampus. Di sini, saya mulai pasrah dan ikhlas seandainya ketinggalan kereta. Naik taxi juga percuma, jam macet. Saya putuskan untuk naik kereta karena tidak ada tanda- tanda akan datangnya bus yang akan saya tumpangi.

Lagi, saya mengayuh sepeda secepat mungkin sambil berdoa ke Stasiun Zhixue, ini adalah stasiun terdekat yang bisa saya jangkau dengan sepeda. Hujan rintik tidak saya pedulikan lagi, yang jelas sampai stasiun.

Alhamdulillah, finally sampai stasiun dan sepi, jadi saya bisa membeli tiket tanpa antri. Tiket ke Hualien sudah ditangan, tapi tetap dag dig dug karena waktu saya semakin terbatas, dan keberangkatan kereta ke Hualien delayed! Astagfirullah, apa lagi ini?. Tidak biasanya Taiwan yang super on time seperti ini. Lagi, pesimis saya semakin memuncak. Tapi saya tetap pasrah duduk sambil berdoa.

Sekitar 35 menit dalam gundah gulana akhirnya tiba juga di Stasiun Hualien. OMG!!! Pukul 16.38, keretanya berangkat 16.40. Mana saya tidak tahu di peron mana, karena tiketnya tertulis dalam aksara Cina, duh!. Saya tidak peduli lagi, saya todongkan tiket saya ke petugas yang sedang sibuk, untuk menunjukkan di peron mana kereta yang hendak saya naiki. OMG! Di atas rupanya. Saya berlari seperti orang kesurupan membelah lautan penumpang yang sangat padat.

Alhamdulillah, sampai di depan kereta. Tanpa ba bi bu saya langsung masuk, urusan belakangan kalau salah gerbong, yang penting naik kereta dulu. Dan..... sesaat saya menjejakkan kaki di dalam kereta, kereta langsung jalan. Masya Allah, saya terharu!!.

Disetiap kejadian memang selalu ada hikmahnya. Hikmahnya, saya jadi tahu kalau ke Taipei bisa mix kereta dan bus. Hikmah berikutnya, saya bisa menikmati indahnya pemandangan dari Luodong - Taipei, Masya Allah.

1 Syawal 1438 H.

Minal Aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir batin!

Alhamdulillah. Rasanya begitu haru bisa menyelesaikan puasa Ramadhan (walaupun sebagai wanita tidak bisa puasa sempurna 1 bulan) dengan tantangan yang berbeda, apalagi pas musim panas yang panasnya Subhanallah!.
Alhamdulillah bisa merayakan Idul Fitri 1438 H bersama umat muslim dari berbagai penjuru dunia, di mana kami adalah kaum minoritas di Taiwan. Euforia Idul Fitri terasa begitu lebih khidmat daripada berlebaran di negeri sendiri, walaupun minus keluarga dan penganan khas Idul Fitri.

Taipei Grand Mosque


Buruh Migran Indonesia mendominasi jemaah sholat Idul Fitri 1438H di Taipe Grand Mosque


Kalau melihat 3 gambar di atas rasanya seperti di Indonesia ya. Ternyata umat muslim dari Indonesia yang di Taipei banyak juga ya. Ini diluar ekspektasi saya. Mereka inilah para pahlawan devisa.  Ini baru di Taipei Grand Mosque, belum di tempat- tempat lainnya yang juga digelar sholat ied, salah satunya di Taipei Main Station.

 
Muslim Taiwanese


Oh ya, cukup banyak juga lho penduduk lokal Taiwan yang juga muslim. Rasanya gimana gitu lihat Jiejie, Gege, Shushu, Ai dan kerabat- kerabatnya mengenakan busana muslim, hehehe.


Muslim Afrika juga banyak yang turut hadir meriahkan sholat Idul Fitri 1438H di Taipei Grand Mosque. Ini benar- benar pengalaman berharga dalam hidup saya, berkumpul dengan saudara- saudara muslim dari berbagai penjuru dunia. Kita beragam dan kita besar!. Inilah unity in diversity yang sebenarnya!. Masya Allah!.


Om- om ini sepintas tampilannya kayak mafia di film- film kan? hahahaha.





Suka cita Idul Fitri dilengkapi dengan hunting makanan, yang pastinya didominasi makanan khas Indonesia, secara yang jualan adalah Mbak- Mbak dari Indo, hehe. Saking enaknya makanan nusantara, saya dengar ada orang asing yang bilang ke temannya, 'Gila, ini makanan apa namanya? Enak sekali, bikin ketagihan, mau beli lagi ah!'. hahahaha.



Kamis, 06 Juli 2017

Yehliu Geopark: Menguji keimanan di penghujung Ramadhan

Suhu 34°C tidak mematahkan semangat untuk tetap ke Yehliu Geopark di penghujung Ramadhan 1438 H. Karena tidak mendapat izin pulang mudik dari advisor, setidaknya saya ingin memuaskan diri eksplor Taiwan. Saya memilih Yehliu Geopark, karena ini adalah tempat yang sangat ingin saya kunjungi sejak pertama tinggal di Taiwan.

Yehliu Geopark sendiri terletak dipantai utara Taiwan. Akses ke sana sangat mudah (ini salah satu hal yang membuat saya semakin cinta Taiwan, sistem transportasi umumnya yang 😍😍), dari Taipei Main Station naik bus dengan harga tiket 96NT dan kita akan diturunkan di sebuah pertigaan dan perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 300m.

Titik start untuk jalan ke Yehliu Geopark

Awalnya sih sedih tahu kalau harus jalan kaki lagi, saya kira langsung diturunkan di TKP, hehehe. Apalagi matahari bersinar sangat cetar dan saat itu kami sedang berpuasa. Semakin jadi cobaan karena kita melewati beberapa restaurant 😒😒.

Kami melewati sebuah pelabuhan yang di sana nampak beberapa kapal sedang berlabuh. Sebagai alumni perikanan, berdasarkan alat tangkapnya saya menyimpulkan sebagian besar kapal adalah kapal penangkap udang dan kepiting. Alat tangkap disebut bubu.

Pelabuhan nelayan

Bubu
Melihat tumpukan bubu mengingatkan saya jaman S1 dulu sering berjibaku dengan nelayan. Tapi lingkungan nelayan Indonesia jauhhhhhhhhh sekali kalau mau dibandingkan dengan lingkungan nelayan di Taiwan yang bersih, bebas dari bau menyengat dan tentunya mereka menggunakan peralatan yang canggih. Padahal potensi perairan Indonesia sendiri saya rasa lebih dari cukup untuk 'menyelamatkan' masyarakat nelayan yang sebagian besar masih dalam keadaan tertinggal dari kelompok masyarakat lain. 

Hm... sekian curhatan saya sebagai anak perikanan dan mari lanjutkan perjalanan.

Entrance parkiran Yehliu Geopark
Yeayyyyyyy terlihat juga tanda- tanda akan segera tiba!. Sudah terlihat parkiran Yehliu Geopark dan nampaknya ramai pengunjung pemirsa!.

Information center Yehliu Geopark
Kami melewati visitor center dan langsung ke loket tiket. Untung walaupun ramai, antrian di loket pembelian tiket tidak panjang bahkan kami dengan mudah mendapatkan tiket, karena mereka pergi dalam rombongan, jadi beli tiketnya secara kolektif, Alhamdulillah!.

Loket pembelian tiket

Tiket buat pelajar
Satu hal keren lagi yang membuat Taiwan semakin kece, harga tiket semua tempat wisatanya sangat manusiawi dan sangat mengerti kantong pelajar yang masih kere, haha. Hampir semua tempat wisata akan memberikan potongan sampai 50% bagi pengunjung yang memiliki kartu identitas pelajar di Taiwan. Tapi tanpa didiskon sekalipun saya rasa harganya sangat affordable untuk tempat wisata semenakjubkan Yehliu Geopark dengan fasilitas yang sangat memanjakan pengunjung. Bahkan beberapa tempat wisata malah gratis, seperti Taroko National Park (tempat wisata yang WAJIB dikunjungi kalau ke Taiwan). Bagaimana dengan Indonesia?, tiket masuk tempat wisata kadang tidak masuk akal dengan fasilitas yang mengecewakan. Salah siapa? Entah 😝😝. Lagi, di sini tidak dibedakan harga tiket untuk Taiwanese dan warga asing. Mampus kalau sistemnya sama kayak di Indonesia, ha ha ha.

Kayaknya tulisan kali ini penuh dengan pelampiasan uneg- uneg, wkwkwk.

Btw, pintu masuknya melewati visitor center tadi.


Saking panansnya udara, kami sempat beristirahat cukup lama di bawah pepohonan yang berjejer di sisi jalan. Lihat kan betapa bersihnya. Sambil beristirahat kami mengamati para pengunjung, yang saat itu didominasi dari Korea Selatan. Aduhhhh banyak Oppa 😍😍😍. Berasa saya jadi turis di Korea Selatan. Ada sejumput harapan kalau Kim Soo-Hyun oppa terselip dalam rombongan, atau dia yang jadi tour guide nya, hahahah, benar- benar mimpi di siang bolong.

Tidak jauh dari tempat kami ngasoh, di sana terdapat beberapa replika batu yang menyerupai beberapa bentuk seperti kepala ratu, jamur, dan lain- lain. Jujur saya kurang tertarik, mending nanti foto yang aslinya saja. Lagian yang disebut- sebut 'the queen's head', saya sudah memutarinya dari berbagai sudut pandang, nggak ada mirip- miripnya dengan kepala ratu, hahaha..... dasar imajinasi saya yang minus.

Replika 'the queen's head'
 
Sudah mulai terlihat hamparan laut biru dengan taburan bebatuan yang indah, dan kami harus keluar dari zona zaman. Sudah tidak ada lagi pepohonan yang menjadi tameng dari teriknya matahari summer. Sekarang waktunya menjadi umbrella girl, hahaha.


Ahjussi 😂😂

Ramaiiiii



Yehliu Geopark ini terbagi menjadi 2 bagian utama, saya memilih ke arah yang ada 'the queen's head'. Trail nya ditata dengan apik dan tanpa merusak kondisi sekitar. Benar- benar padat, maklum sih hari Sabtu. Pokoknya saya harus ke sini lagi saat winter dan saat hari kerja, jadi saya bisa menguasai Yehliu 😎😎.

paramotor
Dari jauh terlihat ada sebuah parasut mengembang, awalnya saya pikir itu paralayang, tapi ada yang beda, apa ini yang disebut paramotor?, entahlah, saya juga kurang tahu, hehe.


Unik kan gugusan bebatuan yang nampak seperti jamur. Yang saya suka, trailnya dipisah menjadi 2 arah, jadi kita tidak begitu berdesak- desakan dengan pejalan dari arah berlawanan. Ditambah, wisatawan- wisatawannya yang sangat tertib.

Eonni payungnya mana, nanti hidungnya meleleh 😂😂



Diujung trail tadi ada tangga menuju entah ke mana, banyak yang menaiki tangga itu, kami penasaran dong, siapa tahu dari sana bisa nampak keluarga saya di Indonesia yang begitu amat saya rindukan, wkwk. Sebenarnya sih, alasan utama ke sana, karena titik itulah tempat ter-rindang sejauh mata memandang. Cukup lama kami beristirahan di anak tangga itu. Tidak lupa kami tanyakan kepada pengunjung yang dari atas, ada apakah gerangan di sana?, dan mereka bilang 'nothing', OK fix kami putuskan untuk duduk manis saja, jangan buang- buang tenaga, waktu buka puasa masih lama, hahaha.

Sebenarnya sudah tidak ada tenaga lagi, saya maunya menghabiskan waktu duduk di anak tangga tadi sampai sore, hahaha. Tapi sadar akan jadwal bus yang entah jam berapa yang terakhir, kami menabahkan diri melanjutkan eksplor Yehliu Geopark di sisi yang lainnya.


Belum jauh berjalan, eh nemu tempat istirahat lagi. Ya sudah, rejeki tidak boleh disia- siakan 😝😝. Sial, di tempat ini ada counter ice cream 😓😓. Di mana- mana adegan orang lagi jilat ice cream. Huaaaaaaa benar- benar menguji keimanan di penghujung Ramadhan. Astagfirullah!. Selain ice cream, 2 pasang opung ini juga membawa bekal sekotak buah yang nampak lebih segar dari biasanya. Sabarrr!!!.

Opung- opung romatis
Kayaknya nggak cocok kalau berlama- lama di sini. Kami harus menjauh!, haha. Setengah terpaksa kami beranjak dan disambut lagi dengan panas terik, entah berapa derajat. Untung beberapa kali matahari sempat redup.





Nah ini nih 'the queen's head' yang menjadi ikon Yehliu Geopark. Batu legendaris ini, finally aku lihat aslinya! haha. Yang mau foto sama batu legend, antriannya wuihhhh....... artis mah kalah.


Lihat nih, Ahjussi, Ahjumma, Oppa, Eonni dan kerabat- kerabatnya sampai rela mengantri. Ini antriannya msih panjang ke belakang.



Padatnya pengunjung mengurangi antusiasme saya untuk mengeksplor Yehliu Geopark, ditambah matahari yang semakin cetar sukses meredupkan semangat juang buat foto- foto. Daripada tambah bikin baper lihat setiap orang pegang botol minuman dingin, kami putuskan untuk kembali ke Taipei.
Eh, pas di pintu keluar, ada pedagang es kelapa muda (nah ini berasa lagi di Indonesia, haha). huuuu 😭😭.


Eh, ternyata di Taiwan juga masih ada pedagang kecil di pinggir jalan, ini merupakan hal yang menakjubkan bagi saya di tengah kemodern-an Taiwan. Btw, lihat dong sepatunya Opung- opung ini 😎😎 gak kalah kece sama wisatawan.