Hai... Hai.... Hai....
Selamat pagi....
Kayaknya hari ini saya terlalu dini ke kantor, masih lengang, biasanya saya ke kantor pas kantor udah rame, hahahha serasa kantor milik nenek moyang.
Sialnya lagi saluran TV kabel bermasalah, koran hari ini belum datang entah nyangkut di mana dan saya sedang malas untuk download film, ya udah curcol aja dulu. Saya mau sedikit cerita kisah mendaki gunung saya bersama teman- teman 'antah berantah'.
Beberapa tahun silam (seolah- olah udah lamaaaaaaa banget, padahal kejadiannya akhir 2012, hahahha) saat menjelang tahun baru 2013 saya iseng bergabung pada kegiatan yang diadakan sebuah KPA (Kelompok Pecinta Alam) dari salah satu kabupaten di provinsi saya. KPA ini memgumumkan di salah satu sosmed tentang kegiatan pendakian tujuh puncak pegunungan yang ada di Sulawesi Selatan dan terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung. Nah, karena saat itu saya sedang sedikit senewen sama teman- teman saya dan sedang ingin mencoba hal baru (biasa sedang labil) jadilah saya join dengan kegiatan ini (saya tidak sendirian, ada teman saya yang mau ikut, jadilah kami duo labil) dan langsung transfer untuk biaya perjalanan.
Mulailah saya mempersiapkan diri, mulai dari fisik, perlengkapan dan duit tentunya. Menjelang keberangkatan tiba- tiba teman duo labil saya diterima kerja di bank!. Aduh, alamat harus sendirian nih. Sedikit ada rasa urung, tapi sudah kadung transfer dan saya akan tunjukkan sama teman- teman saya kalau saya bisa sampai ke 'atap' Sulawesi tanpa mereka. Jadilah perjalanan ini.
Oleh panitia saya diberi nomer kontak mahasiswa Makassar yang juga join, jadi saya ada teman untuk ke sekretariat KPA tersebut tempat meeting point sebelum melakukan perjalanan. Lokasinya cukup jauh, sekitar 8 jam perjalanan dari Kota Makassar, makanya saya butuh teman ke sananya, hehehe.
Mahasiswa yang saya temani tersebut cukup asyik orangnya, so far saya merasa lega dan merasa perjalanan akan menyenangkan kalau semua kru segila anak ini. Perjalanan kami habiskan dengan bertukar cerita tentang diri kami masing- masing. Dan 8 jam perjalanan tak terasa kami lalui.
Kami turun di suatu tempat dan si ketua panitia datang menjemput kami. Ternyata kami tidak berkumpul di sekretarian KPA tersebut tapi di rumah ketua panitia, no problem lah keluarganya nih anak welcome juga.
Singkat cerita akhirnya semua kru yang akan bergabung dalam pendakian ini telah berkumpul, setelah rapat membahas persiapan final keberangkatan dan teknis di lapangan bagaimana, keesokan harinya kami bertolak ke Kabupaten tetangga tempat kami memulai pendakian.
|
gugusan pegunungan Latimojong dari tempat kami camp (sekitar Puncak Pokapinjan) |
Awal perjalanan Alhamdulillah berlangsung lancar, walaupun medan cukup berat, Alhamdulillah saya masih bisa melewati dengan sukses dan sejauh ini situasi masih terkontrol. Kondisi tim juga masih 5-5.
3 puncak telah kami lalui, sisa 4 puncak lagi untuk melengkapi pendakian ini. Puncak ketiga merupakan puncak tertinggi di Pulau Sulawesi dan kami tiba di sana pada 1 Januari 2013. Sedikit info, kami melakukan perjalanan dari jalur yang tidak biasa dilewati pendaki pada umumnya, jalur yang kami lalui jauh lebih sulit dan lebih jauh dari jalur biasa, plusnya kami melewati 2 puncak sebelum tiba di puncak tertinggi. Jadi pas saya tiba di 'atap' Sulawesi ini, rasanya bahagiaaaaa sekali, secara ini pertama kali nya saya menginjakkan kaki di sini, berbeda dengan teman tim saya, sebagian besar sudah pernah ke sini tapi melewati jalur umum.
|
Triangulasi Puncak Rantemario, 'atap'nya Sulawesi |
Tidak terlalu lama kami di puncak, karena kami harus menuju tempat camp untuk membangun tenda dan melanjutkan lagi perjalanan menuju puncak ke-4 yang jarak tempuhnya dari tempat camp sekitar 2-3 jam. Setelah tenda berdiri kami siap- siap menuju puncak ke-4 yakni Nenemori, kami hanya membawa barang yang kami perlukan seperti camilan dan air minum, sedangkan barang yang lain kami simpan di tenda. Oh ya, 2 orang dari tim kami tidak ikut ke Puncak Nenemori karena kecapean dan memilih beristirahat di tenda.
Saat kami berangkat langit sangat cerah. Jalur nyaris tertutup dan ada beberapa titik yang tidak jelas, jadi kami harus lebih cermat supaya tidak nyasar. Tidak disangka, saat hampir sampai di puncak tiba- tiba hujan deras turun, padahal tadi sangat cerah. Beginilah alam, selalu ada kejutan. Walaupun cuaca kurang mendukung, dalam kedinginan kami tetap melanjutkan perjalanan, karena sedikit lagi baru kita sampai, untungnya saya membawa raincoat, tapi rupanya hujan yang menang, raincoat yang saya gunakan tidak mampu membendung terjangan hujan, dan...basahlah saya. Dalam kedinginan dan basah- basah, tetap dong harus eksis foto- fotonya, hehehe.
|
Puncak Nenemori |
Setelah sesi pemotretan, kami bergegas menuju tempat camp. Hujan semakin deras sesekali petir menyambar bersahutan dengan guntur yang menggelegar. Benar- benar dramatis perjalanan kali ini. Dan............. saya kram!! Tubuh bagian kiri saya seperti mati rasa mungkin karena kedinginan. Ya Allah.... saya benar- benar khawatir dengan kondisi saya yang awalnya segar bugar sambil berlari- lari, kini saya susah untuk bergerak, sampai- sampai saya mau digendong, tapi saya berusaha untuk menyelesaikan perjalanan. Dengan sedikit tertatih saya bangkit dan berjalan dengan susah payah.
Alhamdulillah, saya sampai dengan selamat di tempat camp.
Dalam tenda kami tidur berjejal, tidak tahu mau tidur dengan model seperti apa. Bahkan ada teman yang memilih membangun tenda darurat dengan ponco supaya bisa tidur dengan layak walaupun sedang hujan. Saya kecewa dengan panitia yang tidak memperhitungkan ukuran tenda dengan jumlah peserta. Sebenarnya sih tendanya besar, tapi tetap saja tidak cukup kalau harus menampung 11 orang!. Mestinya ada tenda ukuran kecil 1 yang dibawa, saya rasa bisa kok, kita kan ber-11 asal pembagian beban yang pas semua bisa terbawa. Ini pertama kali saya melakukan perjalanan dan tidur berjejal, sangat tidak nyaman!.
Hujan tidak juga reda sampai dini hari. Untung menjelang pagi sudah mulai cerah. Kami bergegas berkemas untuk segera melanjutkan perjalanan menuju puncak ke-5, Rantekambola. Kami kembali menuju 'atap' Sulawesi, menuju Puncak Rantekambola memang harus lewat di sana. Artinya sudah 2x saya menginjakkan kaki di Puncak Rantemario, hehehehe.
Jangan senang dulu, jalur menurun yang terjal dan licin menanti di depan mata. Dengan ekstra super hati- hati kami menuruni jalur. Cukup panjang juga jalur ekstrim tersebut, sesekali terdengar bunyi gedebuk ada yang terpeleset. Saya pun tak luput dari adegan berseluncur di tanah, hhahha.
Setelah jalur ekstrim tadi, kita kembali memasuki hutan. Saking lebatnya hutan ini, lumut memenuhi pepohonan. Dan tidak terdapat sumber air. Mampus! Kami sudah mulai kehausan, masih ada sih bekal air yang kami bawa dari tempat camp, tapi itu persediaan, jika terjadi hal- hal yang tidak diinginkan. Jalur mulai tidak jelas menyatu dengan rimbunnya hutan. Dannnnnnnnnn lintahnya itu lho!!!. Saya tidak pernah melihat lintah sebanyak ini, di mana- mana lintah dan si lintah sangat lincah hinggap di kulit kami. Kaus kaki tebal saya tidak ada artinya, mulut lintah terlalu tajam untuk dihalau. Saya harus ikhlas 'berdonor' kepada lintah- lintah ini. Jujur saya rada ngeri, soalnya banyakkkkkkk sekali. Mungkin hutan ini namanya hutan lintah.
Perut mulai keroncongan dan kami memutuskan berhenti di suatu tempat, bayangkan di makanan kami juga ada lintahnya, saya jadi tidak nafsu makan. Setelah makan kami melanjutkan perjalanan menuju Rantekambola. Jalur mengarah turun, dari kejauhan kami mendengar suara mesin. Wah......rupanya ada tanda- tanda kami kesasar. Ketinggian Rantemario dan Rantekambola tidak berbeda jauh, dan rupanya kami melenceng dari jalur yang memang tertutup. Kami sedikit panik. Nah, dari sini baru saya tahu ternyata si panitia juga belum pernah ke puncak ini dan mereka tidak melakukan persiapan matang. Kecewa luarrrr biasa!!!. Beraninya mereka mengadakan event 'berani' seperti ini dan melibatkan eksternal organisasi mereka. Walaupun mereka belum pernah ke sana, setidaknya mereka bertanya kepada orang yang pernah ke sana dan persiapan pencegahan lainnya.
Dalam kekecewaan ini, kami harus tenang, walaupun sudah mulai terdengar cekcok. Kami putuskan camp untuk menjernihkan pikiran dan mencari jalan keluar. Karena posisi kami yang tidak begitu jauh dari pemukiman, jadi HP kami masih bisa menangkap sinyal walaupun hilang- hilang. Teman saya menghubungi anggota KPA yang baru- baru ini melakukan perjalanan ke Rantekambola. Karena sinyal yang hilang- hilang jadi tidak banyak info yang kami dapatkan, tapi setidaknya sudah ada sedikit kejelasan di sekitar mana kami mulai melenceng dari jalur. Walaupun nyasar, tidur kami cukup lelap, mungkin karena capek. Dan paginya saya baru sadar kalau kaki saya mendarat sempurna di wajah teman saya, untung doi sabar, maklum dengan kondisi tenda, heheheh
Keesokan harinya sebelum melanjutkan perjalanan, kami berembuk.. Pilihannya, naik sampai ke puncak Rantemario dan memulai lagi perjalanan dari sana. Kedua, buka jalur dari titik kami berada, entah menuju ke mana, yang jelas sampai kami menemukan jalur yang jelas. Intinya kami sudah mulai ikhlas kalau pendakian 7 puncak ini gagal mencapai semua puncak, intinya kami menemukan jalan keluar dan selamat, ini jauh lebih baik daripada melanjutkan ekspedisi konyol ini!. Dari hasil pengamatan teman saya, dia yakin tidak jauh dari posisi kami adalah lokasi finish kami, kebetulan teman tersebut penduduk asli kaki Gunung Sinaji.. Saya pasrah- pasrah saja. Padahal rencana saya, jika pilihan pertama yang diambil, saya memilih menghentikan perjalanan dan saya akan turun gunung sendiri ke perkampungan, karena jalur dari atas Puncak Rantemario sangat jelas dan terdapat stringline di sepanjang jalur.
Berat hati saya harus melewati jalur yang kemarin saya tempuh, jalur dengan sejuta lintah. Di mana stok air kami sudah menipis dan sumber air tidak ada!. Perfecto!. Di perjalanan kami menemukan kubangan hewan, entah kubangan babi atau kubangan apa, kami mengambil air itu dan kami campur dengan minuman sachet supaya bau tanahnya sedikit terduksi.
Perjalanan semakin berat. Ada sedikit sesal, tapi apa mau dikata. Saya kira panitia sudah melakukan persiapan dengan baik. Saat kami menemukan jalur, entah jalur warga yang hendak ke kebunnya atau jalur apa pun itu yang jelas ini nampak jelas jalur yang biasa dilewati, dilihat dari sampah buangan orang yang melewatinya.
Akhirnya kami bertemu juga dengan sungai dengan aliran air yang sangat segar, kami minum sepuasnya. Sekalian melarutkan air kubangan yang kami teguk dengan terpaksa tadi. Yang tadinya kami kekeringan karena tidak ada sumber air, sekarang kami bosan lihat air karena harus menyebarang dari sungai ke sungai yang lain.
Yang tadinya kami mengira kalau telah kembali jalur yang benar, oh nooo!!!!! Sekarang kami berada entah di mana, gunungnya berlapis- lapis dan jalur mulai menghilang. Sekarang kami benar- benar pasrah. Setelah melewati satu pinggiran gunung, di baliknyabterdapat lagi gunung, seolah- olah gunung ini tidak ada habisnya. Kalau tidak salah 4 hari kami berada entah di mana sampai suatu pagi dari kejauhan kami melihat perkampungan. Melihat perkampungan seperti melihat emas segunung, bahagia yang luar biasa. Saya tidak peduli di perkampungan mana kami tiba, yang jelas sampai perkampungan, bertemu manusia lain selain tim kami.
Tidak henti- hentinya saya ngedumel dalam hati, tenda yang tidak memadai,panitia yang tidak menguasai jalur, ransum yang sangat kurang, lengkap!.. Apalagi beberapa bulan setelah pendakian ini, ternyata puncak ke-4 yang kami daki yang panitia klaim sebagai Puncak Nenemori, ternyata bukan Nenemori yang sebenarnya!. Apa- apaan sih, nggak jelas banget bikin kegiatan.
Dari perjalanan ini saya benar- benar memetik pelajaran, jangan melakukan pendakian berat bersama sembarangan orang. Maksudnya bukannya saya mengatakan tim seven summits kemarin buruk atau bagaimana. Tapi lebih baik kalau melakukan perjalanan alam yang berat bersama teman- teman yang kita sudah tahu wataknya bagaimana dan bersama- sama kita melakukan semua persiapan, apalagi masalah ransum. Saya tidak mau lagi kepalaran dan hilang di gunung. Apalagi selama ini kalau mau melakukan pendakian, baik itu perjalanan dekat atau jauh saya (dan teman- teman) selalu melakukan persiapan yang ekstra matang, supaya perjalanan lancar dan meminimalisir hal- hal yang tidak diinginkan. Tapi bagaimanapun perjalanan kemarin, terimakasih teman- teman baruku! :D