Pengikut

Rabu, 29 Juli 2015

'Piknik' di Masjid Tiban

Walaupun sedikit terlambat saya mau mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H!.
Maaf kalau selama ini ada postingan atau kata- kata dalam postingan di blog saya yang menyinggung perasaan teman- teman, maafin ya :D.
Ke mana sajakah kalian saat liburan lebaran kemarin?
Bisa jadi ada yang sibuk open house di rumah atau berwisata bersama keluarga. Nah, kalau saya setelah menjamu tamu- tamu lebaran di hari pertama dan kedua lebaran, hari ketiga lebaran karena berhubung saya berlebaran di Kabupaten Malang, saya ingin berkunjung ke Masjid Tiban yang letaknya tidak jauh dari rumah Bude saya.

Masjid Tiban berada dalam kompleks Pondok Pesantren Biharu Bahri'asali Fadlaailir Rahmah di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dinamakan 'Tiban' karena konon, masjid ini 'tiba-tiba ada'. Ada juga yang menyebut Masjid Tiban sebagai Masjid Jin, karena asumsi tadi yang menganggap Masjid Tiban tiba- tiba berdiri tanpa diketahui proses pembangunannya. Padahal (berdasarkan informasi yang saya baca dan dengar dari beberapa sumber), saat masjid ini dibangun, dibuat pagar tinggi yang menutupi masjid sehingga warga sekitar tidak tahu dan tidak melihat kalau sedang ada pembangunan masjid. Nah, pas masjid ini hampir rampung, pagar tinggi tersebut dirobohkan, sontak warga sekitar masjid heran tiba- tiba ada masjid megah yang berdiri dekat pemukiman mereka. Bahkan, ada yang menganggap kalau masjid tersebut didirikan oleh jin jadi selesai dalam sekejap saja.

Demikian sekilas info tentang asal muasal Masjid Tiban a.k.a Masjid Jin, hehehehe..
Masjid Tiban sendiri terletak di gang cukup  kecil di tengah- tengah pemukiman warga. Sepanjang jalan gang sampai di depan pintu masuk masjid, penuh dengan lapak- lapak yang menjual berbagai macam barang, mulai dari penganan atau pakaian yang bisa dijadikan buah tangan.
Pintu masuk Masjid Tiban
Ini adalah kali kedua saya ke Masjid Tiban, jadi maaf dokumentasinya kurang lengkap. Selain hal tersebut, hal lain yang bikin saya malas yaitu padatnya pengunjung karena saya datang pada saaat liburan.
Gambar di atas saya lupa di bagian mana masjid, kalau tidak salah ini gerbnag keluar mobil, hehehehe. Arsitektur Masjid Tiban sangat bagus (menurut saya), unik dan berasa kita ada di manaaaaaa....begitu, kayak bukan di Turen. Bahkan saat saya mengunggah foto saya di Masjid Tiban, ada yang mengira kalau saya sedang di Turki, wkwkwkwk..
Spot yang paling saya suka di Masjid Tiban yaitu di bagian depan nya,  seperti yang saya katakan tadi, arsitekturnya yang cukup unik untuk sebuah masjid.
Guci besar dekat gerbang masuk Masjid Tiban
Tidak tahu kenapa saya suka sekali dengan guci besar yang berada di dekat pintu gerbang masuk ke Masjid Tiban. Sebenarnya sih masih ada sisi lain di bagian luar masjid, tapi cukup sekian main- main di luar masjid karena cuaca sangat panassssss....
Masjid Tiban padat pengunjung
Maaf lagi lupa memfoto bagian depan pintu masuk ke dalam masjid, tapi mirip- mirip lah dengan gambar terowongan di atas. Jadi saat berjalan di area terowongan ini kita harus melepas alas kaki. Makanya pas kita mau masuk masjid ada banyak penjual kantong kresek. seperti yang terlihat pada gambar, Masjid Tiban sedang padat pengunjung, maklum sedang libur lebaran, jadi sangat tepat untuk berwisata ke masjid :D.

Sempat bingung kan ke mana dulu. Karena cuaca yang panas, saya putuskan untuk berkeliling di dalam area masjid saja. Saya naik ke lantai atas masjid dan saat menuju lantai 7 yang salah satu merupakan pusat perbelanjaan di masjid ini, ternyata terdapat spot yang tidak kalah keren dengan bagian luar masjid tadi.
Kubah- kubah Masjid Tiban
Dari atas sini tampak kubah- kubah Masjid Tiban yang berbentuk kerucut dan dengan arsitektur yang juga unik. Dari atas sini juga terlihat jelas kalau masjid ini terletak di tengah-  tengah pemukiman warga. Lagi- lagi karena panas terik saya harus meninggalkan spot kece ini, nanti kulit saya bertambah eksotis, kasihan kan Beyonce dapat saingan nanti, hahhahaha.

Tujuan berikutnya saya mau naik ke lantai 7 yang merupakan pusat perbelanjaan. Ternyata bukan hanya banyak toko, di sini juga banyak orang yang lagi piknik. Piknik???. Iya, mereka memang piknik. Bahkan ada yang sampai membawa bekal lho.
area 'piknik' di Masjid Tiban
Pengunjung yang sedang ;piknik' di Masjid Tiban
Bagus sih sebenarnya ada tempat khusus buat makan atau 'piknik', supaya pengunjung yang datang dari jauh bisa beristirahat, apalagi area masjid yang cukup luas untuk dieksplor. Tapi pengunjung harus memperhatikan kebersihan masjid. Jangan sampai masjid yang mestinya dijadikan tempat wisata rohani malah dijadikan tempat piknik. Apalagi fasilitas hiburan di Masjid Tiban yang cukup lengkap, bahkan terdapat kebun binatang mini. Semoga saja fungsi utama masjid yang sejatinya sebagai tempat ibadah beralih fungsi menjadi tempat piknik.

Setelah puas melihat orang- orang yang sedang 'piknik', saya beranjak turun. Saya turun lewat jalan lain. Saya melewati tempat yang diset seperti hutan. Agak gelap di sini seperti hutan beneran.
Area masjid yang seperti hutan
Melewati hutan saya berbelok ke tempat yang terdapat kolam, di mana kolam itu banyak uang koin di dalamnya. 
Kolam 'koin'
Uang koin tersebut dilempar para pengunjung. Ada yang beberapa alasan mengapa mereka melakukannya. Ada yang ingin keinginannya terwujud dengan melempar koin di kolam sambil berdoa. Adapula yang beranggapan jika mereka melempar koin, koin tersebut akan berlipat ganda. Astagfirullah!!.. Sangat disayangkan, ketika kita berkunjung ke masjid tapi malah berbuat seperti ini.

Ah tinggalkan kolam yang bikin emosi ini. Mari keluar saja. Saya pilih lewat jalan yang dengan lorong yang bernuansa hijau. Aneh juga sih, kenapa ada konsep seperti ini, tapi bagus kok :).
Hanya sampai di sini eksplor saya kali ini di Masjid Tiban, sebenarnya masih banyak spot yang tidak sempat saya kunjungi. Salah satunya adalah kebun binatang mini. Mungkin kapan- kapan kalau pulang kampung lagi saya akan mampir ke Masjid Tiban.

Selasa, 28 Juli 2015

Masjid Nasional Al Akbar, di manakah dirimu??

Ramadhan 1436 H adalah ramadhan tersibuk dalam sejarah hidupku (eaaaa....). Karena tugas mulia dalam rangka mencerdaskan anak bangsa, saya harus ke perbatasan negara di Kota Nunukan untuk mengajar di PDD Politeknik Negeri Nunukan (seperti yang sudah saya ceritakan pada tulisan sebelumnya). 2 minggu setelah disana sejatinya saya harus kembali ke Kota Daeng, tapi berhubung ini ramadhan dan sebentar lagi lebaran, dan kebetulan Ibu saya berasal dari Malang, dan sanak saudara saya masih banyak di sana, dan mereka minta saya lebaran di sana, jadi deh saya iseng minta tiket Nunukan - Surabaya. Alhamdulillah setelah proses pengajuan dan perundingan yang tidak pelik- pelik amat tapi cukup mendebarkan, permohonan tersebut di-ACC. Eits... setelah tiket ditangan saya belum lega, harus minta izin dulu sama atasan di Politeknik Negeri Pangkajene & Kepulauan. Karena Bos saya yang memang numero uno dan tersohor atas kebaikannya, jadi deh tiket dapet, izin libur lebih awal juga sudah di tangan!. Surabaya...tunggu aku!!.

4 Juli 2015..Alhamdulillah dengan selamat sampai di Kota Surabaya (juga sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya :).

Karena keluarga saya mayoritas berdomisili di Surabaya, alhasil sisa- sisa ramadhan menjelang Lebaran saya habiskan di Surabaya, sempat beberapa hari ke Gresik di tempat Om yang lain (benar- benar jam terbang tinggi kan, wkwk). Karena tidak tahu hendak melakukan apa, jadi hari- hari di Surabaya kuhabiskan dengan blusukan ke sana ke mari by angkot. Saya masih belum berani berkendara sendiri di sana.

Blusukan kali ini saya memutuskan untuk ke Mesjid Nasional Al Akbar, yang merupakan mesjid terbesar ke-2 di Indonesia setelah Mesjid Istiqlal. Awalnya sih cukup ragu, karena seingatku lokasinya sekitaran jalan tol dekat- dekat bandara, takut susah angkotnya. Bermodal nekat dan sedikit sotoy kuberanikan diri. Toh bisa tanya sana sini. Ingat pepatah, malu bertanya sesat di jalan :D.

Bermodal petunjuk dari kernet bus kota yang kunaiki, dari tempat kami turun kami harus menyeberang dan jalan lurus saja sampai masjid nya kelihatan, dan jalannya (kata mas kernet) nggak begitu jauh. Baguslah, pikirku.

Setelah menyeberang jalan, supaya lebih yakin saya kroscek dulu informasi dari mas kernet dengan bertanya kepada mas- mas yang saya lihat di pinggir jalan. Penjelasan dari mas di pinggir jalan sama persis dengan yang dijelaskan mas kernet.

Perjalanan kumulai dengan senyum sumringah menyongsong masjid megah Al Akbar. Di jalan masuk banyak tukang becak yang ngetem, tapi mereka tidak menawarkan jasa becak, mungkin karena jaraknya yang tidak begitu jauh jadi si mas becak enggan menawarkan jasanya, kebanyakan ditolak mungkin.

Mural didinding - dinding yang saya lewati semakin menambah semangat saya karena corak warnanya yang cukup terang. Tidak jauh dari sana, kami juga melewati Pabrik Teh Javana. Sudah sekitar 200an meter saya berjalan, dan tanda- tanda keberadaan Masjid Al Akbar belum nampak. Sedikit heran, tapi saya terus saja melanjutkan perjalanan, toh matahari belum terlalu terik.

Sekarang saya melewati kawasan perumahan. Kalau dilihat- lihat ini kompleks perumahan kalangan menengah ke atas. Hal tersebut terlihat dari rumah- rumah yang ada di sana dan ada aura tersendiri, he he.

Sudah lebih dari 200 m dan menara tinggi Masjid Al Akbar belum nampak, lelah sudah mulai datang. Saya menoleh ke sekitar, siapa tahu ada mas- mas becak yang lagi ngerumpi, mending naik becak deh. Tapi... pencarian nihil, artinya harus tetap berjalan. Duh... di mana sih Masjid Al Akbar nya??

Sabar.....sabar..... harus sabar, apalagi ini bulan Ramadhan. Untung saya tidak sendirian, berdua dengan adik sepupu saya, jadi lumayan ada teman bersabar, hha hha.

Entah sudah berapa ratus meter yang kami tempuh dan masjid Al Akbar belum ada tanda- tanda keberadaannya. Kami sempat curiga kalau nyasar. Tapi tetap saja kami berjalan.

Sabar benar- benar membuahkan hasil..
Tadaaaaaaa......
Kubah Masjid Al Akbar dari kejauhan
Kebahagiaan langsung membuncah, kubah Masjid Al Akbar sudah mulai nampak dibalik pepohonan. Senangnya bukan main. Dan....saya merasa hati saya bergetar, deg- degan, aduh jadi lebay begini, mungkin saking kagumnya saya dengan masjid ini dan mengingat perjuangan menuju tempat ini. Sambil berseru senang, langkah saya semakin cepat, sepupu saya juga tidak kalah semangat.

Lagi.... kayaknya benar- benar harus sabar, sudah 200an meter kami berjalan, kami belum sampai, padahal tadi Masjid Al Akbar sudah kelihatan jelas.
Sabar.... sabar...sabar!..
Matahari mulai bersinar terik dan kami sudah mulai ngos- ngosan yang tadi sempat hilang waktu melihat kubah masjid. Apalagi sedang berpuasa, perfecto!.

Alhamdulillah, akhirnya kami harus mengakhiri perjalanan karena kami sudah sampai di Masjid Al Akbar :D. Tadinya dari luar nampak sepi, tapi saat kami memasuki pagar mesjid, baru terlihat kalau ternyata sedang ada syuting entah stasiun tv apa. Dan syutingnya tepat di bagian pintu utama masjid.
Masjid Nasional Al Akbar
Tuh kan nampak ibu- ibu berseragam pink sedang syuting tepat di pintu utama masjid. Baiklah, sambil menunggu syuting kelar, kami berkeliling ke bagian sisi lain masjid.
Sekitar masjid banyak ditanam pohon jadi lumayan sejuk
Sebenarnya kaki saya terasa pegal, apalagi sepatu yang saya pakai, sangat tidak nyaman untuk digunakan berjalan kaki jarak jauh (>,<).
Kaki- kaki pejuang,wkwkkw
Nampak jelas kan kelelahan di kaki kami, hahahhahaha.... Berjalan jauh sekali, seperti dalam film Kera Sakti mencari kitab suci ke barat, hehehehe.
Sisi lain Masjid Al Akbar
Sepertinya acara syuting Ibu- ibu tadi sudah selesai, tapi properti syuting belum dibereskan, jadi kami memutuskan masuk ke dalam masjid melalui pintu samping.
Masjid Al Akabar tampak samping

Pintu samping Masjid Al Akbar
Pada sisi samping Masjid Al Akbar terdapat beberapa pintu berukuran besar sebagai jalan masuk ke dalam area masjid. Tapi tidak semua pintu tersebut dibuka, hanya 1 - 2 saja. Pada saat saya datang tidak begitu ramai (kecuali kegiatan syuting di bagian depan masjid tadi), jadi kami bisa menikmati Masjid Al Akbar lebih khidmat :).

Bagian dalam Masjid Al Akbar
Nah, beginilah bagian dalam masjid kalau masuk dari samping, karena tidak semua desain dalam mesjid sama. Contohnya untuk bagian langit- langit, tidak semua titik sama desain langit- langitnya. Setelah melaksanakan sholat dhuha dan mengaji kami melanjutkan berkelililing masjid. Oh ya, tempat berwudhu terdapat di bagian bawah masjid, letaknya seperti basement.
Bagian lain masjid dengan desain langit- langit yang indah
Megah kan desain langit- langit masjid Al Akbar. Saya sangat senang bisa berkunjung ke mesjid megah ini. Sedikit menyesal kenapa baru kali ini menyempatkan diri ke sini padahal sering ke Surabaya. Saya ingin menghabiskan waktu lebih lama di sini, tapi berhubung ada keperluan di tempat lain dengan berat hati kami bersiap- siap beranjak keluar mesjid. Karena tadi kami masuk lewat pintu samping, kami berencana keluar lewat pintu utama, walaupun kami harus berputar ke pintu samping tempat kami menyimpan sepatu.
Miniatur Mesjid Al Akbar
Di depan mesjid dekat pintu masuk terdapat miniatur Masjid Al Akbar. Kurang lebih seperti di ataslah secara keseluruhan penampakan mesjid. Di sana juga terdapat kolam bundar dengan air mancur. Sayang, air mancurnya mati, tadi kami sempat lihat air mancurnya waktu masih syuting. Setelah puas melihat- lihat bagian depan mesjid, kami mengarah ke arah samping mesjid tempat kami menyimpan sepatu.
Menara Masjid Al Akbar
Dari sisi samping mesjid terlihat menara Masjid Al Akbar yang menjulang tinggi. Katanya kita bisa naik ke menara menggunakan lift. Baiklah, mumpung di Masjid Al Akbar sekalian saja kami menaiki menara.
Menara Masjid Al Akbar
Untuk bisa naik ke menara kita harus membeli karcis seharga Rp. 7.000,00. Dari atas menara kita bisa melihat kubah- kubah masjid yang indah dan dari atas juga kita bisa melihat hiruk pikuk Kota Surabaya. Oh ya, dari atas menara Masjid Al Akbar juga kelihatan jembatan Suramadu lho.
Kenampakan dari atas menara Masjid Al Akbar
Hanya beberapa menit kami menghabiskan waktu di atas menara dan kami memutuskan untuk turun. Sebelum meninggalkan Masjid Al Akbar, kami sempatkan dulu melihat mesjid dari sisi yang lain. Di bagian sini terdapat tempat parkir mobil.
Masjid Al Akbar dari sudut belakang dekat jalan tol
Masjid Al Akbar



Selasa, 14 Juli 2015

Bye Bye Nunukan



Perasaan baru kemarin saya tiba di Bandara Nunukan dari Makassar, eh sekarang udah di sini lagi buat pulang. Tidak terasa sudah 2 minggu saya jalani di Nunukan. Awalnya mau cepat- cepat pulang, pas mendekati hari H mau pulang tetap saja ada rasa sedih meninggalkan Nunukan. Apalagi pas hari- hari terakhir sudah mulai dekat dengan mahasiswa PDD Politeknik Negeri Nunukan yang saya ajar selama 2 minggu.
Yang bikin tambah sedih itu pas di Nunukan belum sempat jalan- jalan, paling ngabuburit di alun- alun Nunukan yang letaknya tidak jauh dari hotel. Paling banter cuci mataku selama di Nunukan, pas perjalanan hotel ke kampus PDD Politeknik Negeri Nunukan. Soalnya lagi bulan puasa dan jadwal ngajar yang lumayan padat dan menguras tenaga, jadi pas weekend bawaannya mau berleha- leha saja di hotel.
Sabtu, 4 Juli 2015…
Bandara Nunukan Nampak lengang, mungkin kami yang terlalu cepat. Penerbangan Nunukan – Tarakan (kemanapun dari Nunukan memang harus ke Tarakan dulu) 2 kali sehari, penerbangan pertama pukul 07.00 WITA dan kami memilih penerbangan pertama jadi sejak pukul 06.00 kami sudah ada di bandara. Dari ruang tunggu terlihat matahari yang mulai beranjak meninggi. Nampak masih redup, bias- bias cahayanya menjadikan suasana semakin mellow…

Sunrise di bandara Nunukan
Pas pulang kemarin bersamaan dengan jadwal pulang  dosen- dosen Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) yang juga mengajar di PDD Politeknik Nunukan. Kami berpisah di bandara Tarakan. Saya melanjutkan perjalanan ke Surabaya, rekan saya kembali ke Makassar dan dosen- dosen Polnes melanjutkan perjalanan ke Samarinda tentunya.
Daripada bengong menunggu Pak Pilot yang belum datang (kami tahu pasti karena Pak Pilot menginap di hotel yang sama dengan kami), tiba- tiba salah satu dosen Polnes mengajak  foto bareng, sebagai kenang- kenangan. Jadilah foto featuring dosen- dosen senior Polnes. Semoga saya juga bisa menjadi dosen tetap seperti beliau- beliau, aamiin.
Bersama dosen- dosen Polnes
Dan waktu yang entah dinanti- nanti atau yang ingin kutunda, panggilan kepada penumpang untuk segera menaiki pesawat pun terdengar dari pengeras suara di ruang tunggu bandara. Dengan perasaan yang tidak jelas saya dan yang lain berjalan menuju pesawat. Pesawat penerbangan Nunukan – Tarakan menggunakan pesawat kecil yang hanya bisa menampung sekitar  50-an penumpang, sebenarnya sih ada pesawat yang lebih kecil lagi. Karena kita bebas memilih kursi, kupilih tempat duduk dekat jendela supaya bisa lebih lama kuucapkan salam perpisahan buat Nunukan. Dari jendela yang cukup buram kulihat Bandara Nunukan yang masih kecil, mungkin suatu saat bandara ini akan berkembang jadi kalau mau ke Nunukan tidak usah repot- repot mampir di Tarakan.
Bye bye Nunukan
Pesawat sudah mulai lepas landas. Perjalanan Nunukan – Tarakan ditempuh selama 15 menit. Karena ketinggian jelajah pesawat tidak begitu tinggi, jadi terlihat jelas penampakan Kota Nunukan. Bahkan masih bisa kukenali jalan yang biasa kulewati setiap hari menuju PDD Politeknik Negeri Nunukan.
15 menit berlalu begitu saja dan selamat dating di Tarakan!. Sayang kaca pesawat yang buram dan kamera saya yang ala kadarnya jadi tidak ada yang bisa saya abadikan selain gambar bandara Nunukan tadi.
Penerbangan lanjutan saya ke Surabaya pukul 09.30. Diantara kami, saya yang paling cepat berangkat. Setelah mencetak tiket di loket maskapai, saya pamitan kepada teman- teman yang lain yang jadwal penerbangannya masih cukup lama.
Ini salah satu hal yang cukup ngenes, sendirian melongo di ruang tunggu!. Aduh…. Mana saya ngantuk lagi. Dan juga saya sangat khawatir kalau penerbangan saya harus delay, berhubung maskapai yang saya gunakan ke Surabaya ini memang langganan delay. Dan Alhamdulillah kali ini tepat waktu.
Untungnya saya dapat kursi dekat jendela dan untungnya tidak terhalang sayap pesawat, dan yang bikin senang lagi kaca jendelanya tidak buram jadi dengan kamera ala kadarnya ini bisa lah dapat beberapa momen di ketinggian. Eits… sebelum lepas landas, say goodbye dulu sama Bandara Juwata Tarakan, bandara yang mulai berbenah.
Bandara Internasional Juwata Tarakan
Ini bukan pertama kalinya saya naik pesawat, tapi ini pertama kalinya saya mendokumentasikan beberapa gambar dari pesawat. Seperti bayangan saya sebelumnya sebelum menginjakkan kaki di Pulau Kalimantan, bayangan saya tentang pulau besar ini hanya ada dua hal. Hutan dan sungai yang berkelok- kelok. Dan benar saja..
Sungai- sungai yang membelah Pulau Kalimantan dari ketinggian
Sampai ketinggian yang masih menjangkau daratan hanya sungai dan hutan yang nampak. Semakin lama, sungai dan hutan semakin mengabur digantikan langit biru dan putihnya awan berarak. Alhamdulillah cuaca cerah selama penerbangan Tarakan – Surabaya. Saya masih sedikit trauma, beberapa penerbangan saya sebelumnya cukup mencekam, apalagi sewaktu pulang dari Ambon menuju Makassar, bahkan sempat ada peringatan dari awak pesawat kalau penerbangan kami sedang dalam cuaca yang buruk.
Sedikit terik dari luar tapi tidak mengurangi keindahan ciptaan-Nya.
Lautan mega
Awalnya saya kira penerbangan Tarakan – Surabaya akan memakan waktu yang lama, mungkin akan transit di Samarinda atau Balikpapan, ternyata langsung menuju Surabaya tanpa transit. Kantuk yang sedari tadi kutahan sejak di bandara Tarakan akhirnya tidak terbendung dan saya menyerah.
Entah berapa lama tepatnya saya tertidur, yang jelas saat saya sudah bangun kami sudah terbang dalam ketinggian yang cukup rendah sehingga Nampak jelas lautan di bawah kami. Gradasi warna yang timbul entah karena apa sangat menarik perhatian saya, terlihat indah (menurut saya).

Gradasi air laut
1 jam 20 menit hampir terlewati, kami sudah memasuki area Jawa Timur, entah di mana tepatnya. Setidaknya sudah ada pengumuman dari awak pesawat kalau sebentar lagi kami akan mendarat di Bandara Internasional Juanda. Sudah mulai jelas Nampak beberapa area yang padat pemukiman.

Welcome to Jatim :)
Semakin lama pesawat semakin merendah, kami melewati padang padang pabrik yang membentang luas. Ini menandakan kalau posisi kami sudah semakin dekat dengan Juanda. Benar saja, sekitar 10 menit kemudian kami mendarat dengan selamat di Juanda.
Alhamdulillah..